Senin, 20 April 2009

SAUDARIKU, Inilah Hakikat Dirimu, Maka Tunaikanlah Kewajibanmu...!

Saudariku...............................................................

Walaupun kaummu, yaitu kaum wanita dan kaum lelaki adalah sama-sama insan ciptaan Allah swt, namun sesungguhnya mereka memiliki banyak sekali perbedaan. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan fisik, psikis maupun perbedaan dalam taklīf (tugas dan tanggung jawab) syar’i. Dan perbedaan antara laki-laki dan wanita adalah perbedaan yang sesuai dengan takdir (realita), syar’i, dan dapat dibuktikan dengan nalar atau rasio. Allah swt berfirman:

“dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan”

[QS. an-Najm (53): 45]

Dalam konteks agama secara umum, keduanya sama-sama diperintahkan Allah swt untuk memakmurkan dunia dengan beribadah hanya kepada-Nya, tanpa dibeda-bedakan, baik dalam; tauhid dan keyakinan, hakikat keimanan, penyerahan diri kepada Allah swt, pahala dan siksaan, targhīb (anjuran) dan tarhīb (ancaman) secara global, maupun dalam fadhā’il (keutamaan dan kemuliaan). Demikian pula halnya dalam pemberian syari’at secara umum, baik dalam hak-hak maupun kewajiban-kewajibannya, semuanya sama.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” [QS. adz-Dzāriyāt (51): 56]

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” [QS. an-Nahl (16): 97]

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” [QS. an-Nisā (4): 124]

Namun, Allah swt telah memberikan ketentuan takdir-Nya bahwa laki-laki tidak sama dengan wanita, baik dalam khilqah (fisik), jibillah (psikis atau kejiwaan) dan dalam perangai atau tabiatnya. Maka sesuai penciptaannya, laki-laki memiliki kesempurrnaan fisik dan psikis, sedangkan wanita lebih lemah dalam penciptaannya, seperti harus mengalami haidh, kehamilan, kelahiran, menyusui dan mengurus anak susuannya, serta untuk mengurus pendidikan anak-anaknya sebagai generasi penerus di masa mendatang. Oleh karena itu, maka wanita diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam as, yang merupakan bagian darinya sehingga akan senantiasa mengikutinya dan berfungsi sebagai penggembira (penyejuk) baginya. Adapun laki-laki, maka dia dipercaya sebagai pemenuh kebutuhan kaum wanita, menjaganya, serta untuk memberi nafkah kepadanya dan kepada anak mereka berdua. Perbedaan penciptaan ini pada akhirnya menimbulkan konsekwensi adanya perbedaan kekuatan dan kemampuan fisik, rasio, fikiran, perasaan, kemauan, dan dalam berbagai hal lainnya.

Perbedaan jenis keduanyalah yang pada akhirnya dijadikan ukuran barometer dalam kebanyakan hukum syari’at yang diberlakukan kepada keduanya. Allah swt menetapkan adanya perbedaan, kelebihan dan kekurangan di antara keduanya dalam pemberian syari’at serta dalam tugas dan tanggung jawab mereka dalam kehidupan, tiada lain adalah agar saling melengkapi dan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing.

Perbedaan antara laki-laki dan wanita ini merupakan irādah (kehendak) Allah swt yang bersifat kawniyah qadariyah (takdir alamiah) dalam penciptaan dan penyusunan (fisik dan psikis) serta dalam berbagai potensi dan kemampuan yang dianugerahkan-Nya. Sedangkan perbedaan lainnya yang berhubungan dengan syari’at beragama merupakan irādah Allah swt yang bersifat diniyyah syar’iyah (tuntutan syari’at), yang berkenaan dengan perintah, hukum dan pemberlakuan syari’at kepadanya. Namun yang pasti adalah bahwa kedua kehendak Allah swt tersebut sangat sesuai dengan kemaslahatan manusia selaku hamba-Nya yang bertugas memakmurkan alam, menjaga ketertiban hidup individu, membangun rumah, serta untuk hidup berkelompok dan membentuk komunitas sosial.

Sebagian Kekhususan Laki-laki dan Perempuan

Di antara hukum-hukum khusus yang diperuntukan bagi laki-laki adalah bahwa mereka bertanggung jawab terhadap sebuah rumah (tangga), dengan memberikan perlindungan, perhatian dan pemeliharaan terhadap berbagai kehormatannya, serta berkewajiban untuk menjaga atau memproteksi rumah tangga tersebut dari berbagai kehinaan dan mara bahaya yang mengancamnya. Mereka pun juga bertanggung jawab untuk menghidupi dan memberi nafkah kepada keluarganya.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…” [QS. an-Nisā’ (4): 34]

Kekhususan laki-laki lainnya adalah bahwa kenabian dan kerasulan hanya dianugerahkan kepada mereka, tidak kepada wanita.

“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri…” [QS. Yusuf (12): 109]

Para ahli tafsir berpendapat bahwa “Allah tidak akan mengutus seorang nabipun dari kaum wanita, malaikat, jin ataupun dari orang badui”.

Perwalian yang bersifat umum beserta perangkatnya, seperti kehakiman, administrasi dan sebagainya; serta berbagai perwalian lainnya, seperti perwalian dalam pernikahan, semuanya dilimpahkan hanya kepada laki-laki, bukan wanita.

Demikian halnya dalam ibadah kepada Allah swt, maka laki-laki juga memiliki banyak kekhususan yang tidak diperuntukan bagi kaum wanita, seperti kewajiban jihad, shalat Jum’at, shalat berjamaah, adzan, iqamah dan lain sebagainya. Begitu pula dengan wewenang menjatuhkan thalāq (cerai) juga tergantung keputusan dari seorang suami, bukan istri. Dan seorang anak pun harus dinisbatkan kepada ayahnya, bukan kepada ibunya.

Selain itu, kaum laki-laki juga dilipat gandakan bagiannya dibandingkan wanita, baik dalam warisan, diyat (sanksi), persaksian, pembebasan budak maupun dalam ‘aqīqah.

Sedangkan hukum-hukum khusus yang diperuntukan Allah swt bagi kaum wanitu pun banyak juga jumlahnya. Di antaranya ada yang berhubungan dengan masalah ibadah, mu’amalah, pernikahan, serta dalam pengambilan keputusan atau kehakiman dan hal-hal lainnya, yang semuanya dapat diketahui dalam al-Qur’an, as-Sunnah maupun dalam buku-buku fikih Islam.

Bahkan semenjak dulu hingga sekarang, hal itu banyak ditulis dalam buku yang terpisah dan tersendiri. Kemudian, di antara hukum-hukum khusus lainnya yang diperuntukan bagi wanita adalah tentang kewajiban memakai hijab dan upaya untuk menjaga kemuliaan atau citra diri.

Ada Apa Dengan Perbedaan Tersebut?

Pada dasarnya, hukum-hukum khusus yang diperuntukan hanya bagi laki-laki maupun bagi wanita, memberikan beberapa sikap yang harus kita ambil; di antaranya:

Pertama, mengimani dan taslīm (menerima dengan mantap) berbagai perbedaan antara laki-laki dan wanita tersebut, baik yang bersifat inderawi, maknawi maupun yang syar’i. Masing-masing pihak harus menerimanya dengan lapang dada berbagai perbedaan yang telah ditetapkan Allah swt, baik secara qadrati maupun syar’i. Sesungguhnya semua perbedaan tersebut tiada lain adalah keadilan yang akan membawa kepada keteraturan hidup bagi seluruh ummat manusia.

Kedua, seorang muslim dan muslimah tidak boleh mengangan-angankan kekhususan yang diperuntukan Allah swt kepada yang lainnya, karena hal ini dapat dianggap sebagai protes terhadap taqdir-Nya. Di samping itu, hal inipun dapat dianggap sebagai penolakan atas hukum dan syari’at-Nya. Sebaliknya, seorang hamba justru harus senantiasa memohon kemurahan dari-Nya, karena hal ini merupakan adab sopan santun syar’i yang dapat menghilangkan ketidak ridhaan, serta dapat membenahi dan melatih nafsu untuk muthma’innah, agar dengan lapang dada senantiasa menerima taqdir yang telah ditentukan Allah swt kepadanya.

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” [QS. an-Nisā’ (4): 32]

Ketiga, Apabila sikap iri hati dengan mengangan-angankan kekhususan yang lainnya dilarang, maka bagaimana halnya dengan orang-orang yang mengingkari perbedaan-perbedaan syar’i antara laki-laki dan wanita? Atau bahkan sebaliknya, justru menyerukan penghapusannya dan menggantinya dengan tuntutan yang disebut “kesetaraan gender”?

Tidak diragukan lagi bahwa hal ini adalah ideologinya kaum atheis yang tidak bertuhan. Dalam seruan terdapat penentangan terhadap kehendak Allah swt yang bersifat kawniyah qadariyah, dan sekaligus penolakan terhadap hukum Islam, yang secara tegas telah membedakan antara laki-laki dan wanita.

Seandainya persamaan antara laki-laki dan wanita –sebagaimana yang didengungkan, berlaku dalam seluruh hukum, dengan mengabaikan unsur perbedaaan yang ada, baik dalam bentuk ciptaan ataupun kemampuan masing-masing, maka dapat dipastikan bahwa hal ini sangat bertentangan dengan fithrah.

Di samping itu, bisa jadi hal ini menjadi sumber kezhaliman bagi pihak yang fādhil (mengungguli) dan yang mafdhūl (diungguli), atau secara umum bahkan akan menjadi kezhaliman bagi kehidupan manusia itu sendiri. Karena akan dibarengi pula oleh berbagai kegagalan dalam merealisasikan kemampuan-kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Dan sangat mustahil sekali apabila hal tersebut terjadi dalam syari’at Allah swt.

Berdasarkan hal tersebut, dalam naungan hukum Allah swt yang suci, kaum wanita diberikan jaminan kedudukannya sebagai seorang ibu, yaitu kedudukan mulia yang diperuntukan bagi mereka untuk mengatur urusan rumah tangga dan mendidik generasi penerus ummat di masa mendatang.

Oleh karena itu, maka sangat gamblang dan jelaslah bagi kita semua, bahwa antara kaum laki-laki dan kaum wanita terdapat berbagai perbedaan, baik yang bersifat fisik, psikis maupun yang bersifat syar’i.

Saudariku...

Inilah hakikat diri, citra dan wibawamu, oleh karena itu tunaikanlah tanggung jawab dan tugas-tugasmu dalam kehidupan ini!

Makalah ini diapresiasi dari: Hirāsah al-Fadhīlah, karya Syaykh Bakar bin ‘Abdillah Abū Zayd, Riyadh: Dār al-‘Āshimah, 1421 H.

Selasa, 14 April 2009

Kedzaliman = Kegelapan di Hari Kiamat

Kezhaliman atau aniaya merupakan salah satu hal yang dilarang keras di dalam agama Islam. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah memberitahukan, bahwa kezhaliman akan menjadi kegelapan nanti di Hari Kiamat. Jenis-jenis kezhaliman sangat banyak dan bertingkat-tingkat atau beragam, namun keseluruhannya adalah keburukan.Di antara bentuk-bentuk kezhaliman sebagai berikut: 


1. Menganiaya Diri Sendiri. 

Yaitu dengan meninggalkan ketaatan kepada Allah dan banyak melakukan kemaksiatan. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman,Artinya, 
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (QS. 35:32) 

Jenis kezhaliman terhadap diri sendiri yang paling besar adalah seseorang menjerumuskan diri ke dalam kesyirikan, sebagaimana difirmankan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam Surat Lukman ayat: 13. 

2. Membunuh Jiwa yang Diharam-kan Allah. 

Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,Artinya, 
“Seorang mukmin senantiasa masih dalam keluasan agamanya , selagi ia tidak menumpahkan darah yang haram.” (HR. Al-Bukhari) 

3. Memakan Harta Anak Yatim 

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman tentang orang yang berbuat zhalim terhadap harta anak yatim,Artinya, 
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. 4:10) 
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda,Artinya, 
“Jauhilah oleh kalian tujuh per-kara yang membinasakan”, beliau me-nyebutkan salah satunya adalah, “Memakan harta anak yatim.” (Muttafaq ‘alaih) 

4. Memakan Harta Orang Lain Secara Batil 

Tersebut dalam riwayat, bahwa salah seorang istri dari orang terdahulu (salaf) berkata kepada suaminya ketika ia akan berangkat kerja, “Bertakwalah engkau kepada Allah dan jauhilah penghasilan yang haram, sesungguhnya kami mampu bersabar menahan lapar, namun kami tak tahan terhadap api neraka.” 

Banyak sekali contoh-contoh dari memakan harta orang lain dengan cara yang batil, di antara yang terpenting dan banyak terjadi adalah:

§                         Tidak Membayar Hutang 
Ada sebagian orang yang begitu meyakinkan tatkala akan berhutang kepada orang lain, sehingga orang yang dihutangi husnuzhan (berprasangka baik) dan percaya saja, maka ia pinjamkan hartanya yang dengan susah payah ia kumpulkan itu. Namun ternyata ketika ditagih, ia tidak segera membayar-nya, bahkan terus menghindar, hingga akhirnya tidak dibayar. 

Dalam sebuah hadits dari Qatadah al-Harits bin Rabi’ Radhiallaahu anhu , bahwa Rasul Allah Subhannahu wa Ta'ala berdiri di tengah-tengah para shahabat dan beliau menyebutkan, bahwa jihad fi sabilillah dan beriman kepada Allah adalah amalan yang paling utama. Maka seorang laki-laki berdiri lalu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda, jika aku ter-bunuh di jalan Allah, apakah diampuni seluruh dosa-dosaku? Maka Rasulullah menjawab, “Iya, jika kamu terbunuh di jalan Allah, sedangkan kamu sabar dan mengharap pahalaNya, maju dan tidak mundur (lari).” Namun sejenak kemudian Rasulullah bertanya, “Tadi apa yang kamu katakan?” Maka orang tersebut berkata (lagi), “Bagaimana pendapat anda, jika saya terbunuh di jalan Allah, apakah seluruh dosa-dosaku diampuni? Maka beliau bersabda (lagi), “Iya, jika kamu sabar dan mengharap pahalaNya, maju dan tidak mundur (lari), kecuali hutang karena Jibril mengatakan yang demikian itu kepadaku.” (HR. Muslim) 

§                         Merampas Tanah Orang 
Yaitu dengan merampas, mengubah batas atau mengambil sejengkal tanah orang lain serta melanggar apa yang menjadi haknya. Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, 
“Barang siapa berbuat zhalim dengan mengambil sejengkal tanah (orang lain), maka akan dipikulkan kepadanya tujuh lapis bumi.” (Muttafaq ‘alaih) 

§                         Sumpah Palsu untuk Merampas Hak Orang 
Dari Umamah Iyas bin Tsa’labah al Haritsi Radhiallaahu anhu , bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Barang siapa mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan untuknya neraka dan mengharamkan atasnya surga.” Maka seseorang bertanya, “Bagaimana jika yang diambil itu sesuatu yang ringan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Walaupun hanya sepotong kayu siwak.” (HR. Muslim) 

§                         Suap atau Sogok 
Allah dan Rasul-Nya telah melaknat penyuap dan orang yang merima suap, demikian pula dengan pegawai atau pelaku birokrasi yang sengaja memperlambat dan mempersulit urusan umat. Mereka tidak bersegera menunaikan kewajibannya, sebelum mendapatkan tips atau hadiah sebagai pelancar dan pelicin urusan.

5. Mengambil Harta Baitul Mal 

Dari Umar bin al-Khaththab Radhiallaahu anhu ia berkata, “Ketika terjadi perang Khaibar sekelompok shahabat menghadap Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam dan berkata, “Si fulan telah syahid, fulan juga syahid, sehingga ketika mereka menyebutkan nama salah seorang laki-laki, mereka berkata, “Si fulan juga telah syahid”. Maka Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Tidak demikian, sungguh aku melihatnya di neraka karena selimut yang telah ia gelapkan.” atau(dalam riwayat lain) adalah mantel. (HR. Muslim) 

Dari Abu Humaid Abdur Rahman bin Sa’d as-Sa’di Radhiallaahu anhu ia berkata, “Rasul Allah Subhannahu wa Ta'ala telah menugaskan seorang laki-laki dari suku Azd yang bernama Ibnu al-Lutbiyyah untuk mengambil shadaqah (zakat). Ketika datang, ia me-ngatakan, “Ini untuk anda dan ini hadiah untuk saya.” Maka Rasulullah Subhannahu wa Ta'ala berdiri di atas mimbar, memuji dan menyanjung Allah lalu bersabda, “Amma ba’du, Sesungguhnya aku telah menugaskan salah seorang dari kalian untuk suatu pekerjaan yang Allah kuasakan kepadaku. Lalu ia datang dan berkata, “Ini untukmu dan ini hadiah yang diberikan kepadaku. Mengapa ia tidak duduk di rumah ayahnya atau ibunya saja, sehingga hadiah itu diantar kepadanya, jika memang ia benar. Demi Allah Tidaklah salah seorang mengambil sesuatu yang bukan haknya, kecuali ia akan berjumpa dengan Allah pada Hari Kiamat dengan membawa apa yang ia ambil. Demi Allah, saya tidak ingin melihat seorang pun di antara kalian menjumpai Allah dalam keadaan membawa seekor unta yang mengeluar-kan suaranya atau seekor sapi yang melenguh atau kambing yang mengem-bik”. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kelihatan ketiaknya yang putih lalu bersabda, “Ya Allah bukankah telah aku sampaikan?” Beliau ucapkan sebanyak tiga kali. (Muttafaq ‘alaih) 

6. Merusak Hubungan Rumah Tangga atau Hubungan Budak dengan Tuannya. 

Yaitu seseorang memprovokasi istri orang lain dengan menyebut kelemahan dan kekurangannya, atau dengan menyebutkan kebaikan dan kelebihan laki-laki lain, bahkan mungkin sampai tingkat menyuruh untuk minta cerai. Akan lebih jahat lagi apabila ternyata orang yang memanas-manasi atau merusak si wanita ini mempunyai maksud untuk menikahinya. 

Demikian pula orang yang merusak hubungan baik seorang hamba sahaya wanita dengan tuannya, dengan menjalin hubungan gelap atau mem-bujuk agar melarikan diri dari tuannya. 
Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda, 
“Barang siapa yang merusak seorang hamba (untuk lari atau bermaksiat) kepada tuannya, maka dia bukan termasuk golongan kami, dan barang siapa yang merusak seorang wanita agar bermaksiat kepada suaminya, maka dia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Ahmad) 

7. Menipu dan Sumpah Palsu dalam Jual Beli 

Masih banyak pedagang yang melakukan hal ini, seperti yang terjadi pada para penjual mobil atau motor dan juga yang lain, yaitu dengan memberikan informasi dusta tentang barang dagangannya. Bahkan ada yang membumbui dengan sumpah palsu agar orang mau membelinya. 

8. Tidak Amanah dalam Tugas dan Pekerjaan. 

Seperti seorang pegawai atau orang yang dikontrak untuk bekerja, namun tidak bekerja dengan baik, masuk kerja semaunya atau sering membolos tanpa alasan yang dibenarkan. Sementara itu ketika giliran mengambil haknya, ia mengambil secara penuh. 

9. Mengurangi Timbangan dan Takaran 

Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memperingatkan kita melalui firman-Nya, 
Artinya, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. 83:1-3) 

10. Tidak Menasehati Orang Jahil 

Orang yang tidak tahu atau jahil memiliki hak untuk diberitahu dan dinasehati, sebaliknya orang yang tahu atau memiliki ilmu, berkewajiban mengajari. Orang yang ditanya tentang ilmu, namun menyembunyikannya, padahal ia tahu, maka ia telah melakukan kezhaliman, dan ia mendapat ancaman yang keras dari Allah Subhannahu wa Ta'ala . 

11. Tidak Menjaga Keluarga dari Kemungkaran 

Yaitu tidak memerintahkan mereka untuk melakukan kebaikan, terutama perihal shalat serta tidak melarang mereka dari hal-hal yang diharamkan. 

12. Menuduh Orang Berbuat Zina dan Menyebarkannya 

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,Artinya, 
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera dan janganlah kamu terima keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. 24:4) 

13. Menzhalimi Tetangga 

Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda, artinya, 
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya” (HR. al-Bukhari) Di antara bentuk kezhaliman terhadap tetangga adalah mencari-cari aibnya, mengambil sesuatu miliknya, membuka jendela rumahnya dan lain sebagainya. 

14. Zhalim Terhadap Suami/Istri 

Di antara bentuk sikap zhalim terhadap istri adalah mengambil harta yang menjadi haknya secara paksa, membebani pekerjaan di luar kemam-puannya, memaki dan mengolok-oloknya. Ada pun kezhaliman istri terhadap suami adalah tidak menaati-nya, bepergian tanpa izin suami, mengangkat suara atau menghardik, menuntut sesuatu di luar kemampuan-nya dan lain sebagainya. 

15. Mencela dan Memaki Sesama Muslim 

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah memperingatkan kita dari hal ini melalui sabdanya, 
Artinya, “Mencaci maki orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran.” (HR. Muslim) 

16. Menzhalimi Orang Tua 

Yaitu dengan mendurhakai keduanya dan ini merupakan bentuk kezhali-man yang amat besar. Ayat-ayat dan hadits yang memerintahkan untuk birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua) dan melarang dari mendur-hakai keduanya amatlah banyak. 

Ringkasan dari Kutaib, “Ha ulaai Hum Khushamauka Ghadan”. Abdul Malik al-Qasim. 

Sabtu, 11 April 2009

LEMBUTKAN HATIMU DENGAN MENGINGAT KEMATIAN


Saudaraku yang mengharap ridho Allah ….. Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah sebuah perjalanan panjang menuju negeri keabadian. Semoga kita digolongkan ke dalam orang-orang yang sadar dan mengerti harus bagaimana menjalani hidup ini agar terhindar dari kehidupan yang sia-sia dan tanpa makna.

Perjalanan ke sebuah negeri yang tiada akhirnya. Ingatlah wahai saudaraku perbekalan yang terbaik adalah ketakwaan kita (watazawwadu fainna khoirozzaadittaqwa) QS. 2:198. Yakni dengan amal shaleh yang ikhlas dan mutaaba’ah (sesuai sunnah Rasulullah) yang menyertaimu ketika meninggalkan dunia ini untuk menghadap Allah  dalam kematian yang pasti.


كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ  

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati….” (QS. Al-Imran :185)

Memang wahai saudaraku. Perjalanan ini adalah menuju akhirat. Suatu perjalanan yang kita mohon kepada Allah  agar berakhir pada kenikmatan surga. Bukan neraka. Karena keagungan perjalanan menuju hari akhir inilah Rasulullah  bersabda:

“Seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Mutaffaqun ‘alaih)

maksudnya, jika kita mengetahui hakekat ajal yang akan menjemput kita dan kedahsyatan alam kubur, kegelapan hari kiamat dan segala kesedihannya, shirot (titian) dan segala rin-tangannya, surga dengan segala kenikmatannya, niscaya akan memberikan motivasi kepada kita untuk mengadakan perubahan. Berubah dari kefasikan dan kekafiran menjadi keimanan, dari kemunafikan menjadi istiqamah, dari keraguan menjadi keyakinan, dari kesombongan menjadi ketawadhu’an, dari rakus menjadi rasa syukur dan sederhana, dari pemarah dan pendendam menjadi kasih sayang dan memaafkan, dari kelicikan dan kesewenangan men-jadi kejujuran dan keadilan, dari kedustaan menjadi kebenaran. Jadi, perubahan diri dari sifat dan watak syaithoni dan hewani, menjadi insan Islami harus segera di mulai. Akan tetapi kita sering lupa atau berpura-pura lupa dengan perjalanan panjang tersebut, bahkan malah memilih dunia dengan segala perangkatnya, kemewahan, kecantikan, kekayaan, kedudukan yang semua nilainya disisi Allah, tidak lebih dari sehelai sayap nyamuk!

Wahai yang tertipu oleh dunia…..! Wahai yang sedang berpaling dari Allah  …! Wahai yang sedang lengah dari ketaatan kepada Rabb-nya…! Wahai yang nafsunya selalu menolak nasehat!! Wahai yang selalu berangan-angan panjang!!!

Tidakkah engkau mengetahui bahwa kamu akan segera meninggalkan duniamu dan duniamu pula akan meninggalkanmu? Mana rumahmu yang megah? Mana pakaianmu yang indah? Mana aroma wewangianmu? Mana para pembantu dan familimu? Mana wajahmu yang cantik dan tampan? Mana kulitmu yang halus? Mana….?! Mana….?! Saat itu ulat dan cacing mengoyak-ngoyak dan mencerai-beraikan seluruh tubuhmu ….?!

Bersegeralah bersimpuh di hadapan Rabbul Jalil, Allah. Lepaskan selimut kesombongan yang menghalangi dari rahmat dan maghfirah-Nya. Kuberikan khabar gembira bagi yang berdosa, lalai dan berlebih-lebihan, agar segera berhenti dari perbuatan kemaksiatannya itu.
Saudaraku yang tercinta, siapakah diantara kita yang tak berdosa, siapa diantara kita yang tidak bersalah kepada Tuhannya? Sama sekali tidak ada, seharipun kita tidak bisa seperti malaikat yang selalu taat dan tidak berbuat maksiat sedikitpun. Datangilah masjid dan beribadahlah di dalamnya, tegakkanlah shalat lima waktu, puasalah di bulan Ramadhan, tunaikan haji jika engkau telah mampu, zakatilah harta dan jiwamu, bimbinglah anak-anakmu dengan Al-Islam, jauhkan dirimu dan keluargamu dari bacaan/majalah/tabloid porno. Insyafilah semua dosa-dosa, serta ingatlah …. Pintu taubat masih terbuka lebar untukmu, rahmat dan maghfirah Allah  sangatlah luas, lebih luas dari lautan dosa. Ketahuilah bahwa Allah  sangat senang dengan taubatmu. Ingatlah firman Allah  :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan hatinya.”

Rasulullah  menyampaikan satu nasehat yang mana satu nasehat ini cukup untuk menasehati setiap manusia:

كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا

“Cukuplah dengan adanya kematian sebagai penasehat (bagi kita).”

Saudaraku…., renungkanlah baik-baik risalah ini dengan pena kerinduan dan tinta air mata. Kembalilah kepada Allah  dan Rasul-Nya  dengan manhaj (cara) yang benar. Kerja-kanlah apa yang telah diperintahkan-Nya dan sekuat-kuatnya untuk menjauhi larangan-Nya. Berusahalah untuk memelihara ketundukan, tawadhu’ dan syukur atas nikmat-Nya yang akan mengajakmu menuju pintu ketenangan dan kebahagiaan. Berhiaslah dengan amal shaleh dan keindahan akhlaqul karimah. Semuanya akan mempertanggungjawabkan amalan-nya sendiri-sendiri, maka beramal-lah!

Allah  berfirman:

“Maka barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kebaikan, niscaya akan melihat ganjarannya. Dan barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kemaksiatan, niscaya akan melihat siksanya.” (Az-Zalzalah: 7-8) Wallahu a’lam.

Renungan
Kuningan, 1999… Dahulu, aku adalah seorang pemuda yang senang dengan dosa dan kemaksiatan, tak kulewatkan malam panjang kecuali ditemani minuman keras dan permainan syetan. Akan tetapi aku baru sadar ketika Allah memperlihatkanku dengan pemandangan mengerikan yang membuat mata ini menangisi akan semua kebodohan, kemaksiatan yang pernah aku lakukan. Salah seorang temanku menghadap Allah, setelah puas dengan kemaksiatan. Sebagai kawan ingin rasanya aku memberikan penghormatan terakhir kepadanya dengan mengiringinya sampai kepemakaman. Suasana hening disertai suara isak tangis keluarga mengiringinya tatkala temanku diletakkan ke dalam liang lahad yang hanya sebatas ukuran tubuhnya sebagai tempat peristirahatannya. Aku dan salah seorang laki-laki dari keluarganya ikut turun ke dalamnya untuk membantu meletakkannya.

Butir demi butir tanah mulai menutupi jasadnya hingga selesai upacara pemakaman, langkah demi langkahpun mulai meninggalkannya seorang diri. Seorang lelaki yang ikut bersamaku menurunkan jenazah terlihat gusar dan bingung. Setelah kutanya apa yang terjadi?, dia menjawab: “Kunci mobilku terjatuh!!” Kami dan beberapa temanpun menyusuri pemakaman yang dia lalui dan kamipun tidak mendapatkannya. Setelah diingat-ingat dia sangat yakin bahwa kuncinya terjatuh di liang lahad. Karena tak ada jalan lain, setelah dibicarakan dengan yang lainnya akhirnya disepakati untuk menggali kembali kuburan. Akupun ikut pula menggali kuburan dan disaksikan hanya oleh beberapa orang. [Setelah ditemukan kuncinya] rasa heran dan penasaran mulai menghinggapi hati, karena tercium bau busuk yang sangat menjijikkan. Bagaikan petir yang menghantam dadaku ketika aku melihat sang mayat hitam legam bagaikan terbakar api yang sangat panas. Dan yang lebih mengherankan kain kafan yang dikenakannya masih tetap dalam keadaan putih bersih, hanya sedikit tersimbah darah!!? Aku merasakan jasadku tak bertulang, dan rasa takut yang sangat mulai merambat ke sekujur tubuh yang mana belum pernah aku mengalaminya tatkala berhadapan lawan sehebat apapun!!! Melihat hal yang demikian kamipun cepat-cepat menutup kembali kuburan.

“Alhamdulillah, terima kasih yaa Allah yang telah menyadarkanku melalui pandanganku.” Disela-sela do’anya setelah shalat maghrib diiringi air mata kebahagiaan dan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

 

Disadur dari bulletin Al Huda & disebarkan oleh eL DaSI (Lembaga Dakwah Sunniyyah Indonesia)

Jl. Raya Joglo No. 75A Rt.06/02 Joglo Jakarta Barat,

Email: eldasi@myquran.com

 

Rabu, 08 April 2009

MENGAPA HARUS DIMULAI DARI AQIDAH

Setiap bangunan memiliki pondasi, dan pondasi agama ini adalah aqidah tauhid yang murni. Bila aqidah sudah benar, maka yang lainnya hanya mengikuti saja. Sebaliknya, bila rusak, maka rusaklah seluruh amalan. 

Pembicaraan tentang aqidah dan urgensinya adalah sesuatu yang lebih penting dari setiap yang terpenting. Hal ini karena beberapa sebab: 

1. Karena Ia Adalah Tugas Pertama Setiap Nabi dan Rasul 

Allah subhanahu wata،¦ala berfirman, 
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ،§Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Taghut.،¨ (QS.an-Nahl:36) 

Ia juga adalah Dien yang Allah subhanahu wata،¦ala ridhai bagi para hamba-Nya sebagai mana firman-Nya, artinya, 
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia."(QS.al- An،¦am:153) 

2. Karena Ia Merupakan Hak Allah subhanahu wata،¦ala Yang Diwajibkan-Nya Atas Para Hamba-Nya 

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ،¥alaihi wasallam, "Hak Allah atas para hamba adalah bahwa hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan Nya dengan sesuatu pun." (HR.al-Bukhari) 

3. Karena Ia Merupakan Jalan Keselamatan Dari Neraka 

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ،¥alaihi wasallam, "Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan, ،§La ilaha illallah, yang ia hanya berharap keridhaan Allah." (HR.Muslim) 

4. Karena Ia Merupakan Hal Pertama Yang Wajib Didakwahkan 

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ،¥alaihi wasallam, "Hendaklah hal pertama yang kamu dakwahkan kepada mereka, persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah." Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Hingga mereka menauhidkan Allah." (HR. al-Bukhari). 

Ia adalah Millah Nabi Ibrahim alaihissalam yang Allah subhanahu wata،¦ala sebutkan dalam firman-Nya, artinya, 
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), ،§Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.،¨ Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang memper sekutukan Tuhan.،¨ (QS. an-Nahl:123) 

5. Karena Allah subhanahu wata،¦alaƒnMengharamkan Siapa Saja Yang Menentangnya 

Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya, artinya, "Katakanlah, ،§Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu, janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia." (QS. al-An،¦am:151) 

6. Tidak Ada Keshalihan Kebaikan Bagi Umat Ini Kecuali Dengan Apa Yang Dulu Membuat Generasi Pertama Baik 

Generasi pertama dulu baik karena kejernihan aqidah dan keikhlasan hati mereka terhadap Allah subhanahu wata،¦ala Yang Maha mengetahui hal-hal yang ghaib. Inilah satu-satunya solusi bagi keshalihan (baiknya) umat ini di setiap masa dan tempat. 

Aqidah bukan masalah akal semata, tetapi ia adalah kekuatan yang bekerja dan bergerak. Bila mencampuri keceriaan hati, ia akan mengubahnya dalam setiap urusannya, baik dari sisi pandangan dan Talaqqi (pengambilan dari sumber asli); dari sisi amal dan pengarahan atau pun dari sisi kesesuaian prilaku terhadap apa yang ada di dalam hati. 

Aqidah ini adalah aqidah para pendahulu umat ini yang telah mengubah para penggembala onta, penggembala kambing, dan penyembah batu dan berhala menjadi para pemimpin yang beriman, yang mengisi dunia dengan keshalihan dan kesuksesan, menyelamatkan umat manusia dari penyembahan terhadap manusia, membawa mereka beribadah kepada Allah Yang Maha Esa dan melepaskan mereka dari kelaliman agama-agama kepada keadilan Islam, dari sempitnya dunia kepada luasnya dunia dan akhirat. Allah subhanahu wata،¦ala berfirman, artinya, 
"Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (kuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS.ar-Rum:50) 

Inilah aqidah yang haq, yang karenanya para Rasul diutus, kitab-kitab diturunkan, pasar surga dan neraka berdiri, khalifah terbagi kepada orang-orang Mukmin dan kafir, baik dan keji. Karenanya pula, terjadi bencana dan petaka, didirikannya Millah (agama) dan dilepaskannya pedang dari sarung nya untuk berjihad. Ia adalah hak Allahsubhanahu wata،¦ala atas semua hamba dan karena nya pula, cahaya-cahaya dibagi-bagikan. Allah subhanahu wata،¦ala berfirman, artinya, 
"(Dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun." (QS.an-Nur:40) 

Orang yang memperhatikan perjalanan hidup Rasulullah shallallahu ،¥alaihi wasallampasti mengetahui secara jelas dan terang bahwa yang pertama kali beliau shallallahu ،¥alaihi wasallam serukan adalah dakwah tauhid kepada Allah. Allah subhanahu wata،¦ala berfirman, "Sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." (QS.al-A'raf:59). Hal pertama yang dituntut dari manusia agar diucapkan adalah kalimat tauhid, La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah. 

Sungguh kalimat ini merupakan kunci surga, yang dengannya terjaga nya darah dan harta dapat terealisasi. Ia-lah rukun pertama dari rukun-rukun Islam, sedangkan selainnya hanya mengikutinya saja. 

Lantas, apa makna kalimat ini? Maknanya yaitu tiada sesembahan yang haq selain Allah. Dengan begitu, semua sesembahan yang batil tidak termasuk di dalamnya.!! Makna inilah yang dipahami oleh para shahabat Rasulullah shallallahu ،¥alaihi wasallamsebab mereka adalah orang-orang Arab paling fasih, manusia-manusia yang paling mengetahui arah-arah (maksud-maksud) ucapan orang-orang Arab. 

Namun sangat disayangkan, sebagian Muta'akhkhirin (generasi yang datang belakangan) memahami bahwa makna La ilaha illallaah hanya bermakna 'Tiada Khaliq (Pencipta) selain Allah, atau 'Tiada Maujud selain Allah.!?' 

Tidak diragukan lagi, bahwa pemahaman seperti ini adalah keliru. Di dalam al-Qu'an terdapat indikasi bahwa orang-orang kafir Quraisy dan sebagian bangsa Arab dulu mengakui bahwa tiada Khaliq selain Allah subhanahu wata،¦ala dan tiada Pemberi rizki selain Dia. Allah subhanahu wata،¦ala berfirman, 
"Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, ،§Siapakah yang menciptakan langit dan bumi,' tentu mereka akan menjawab, 'Allah.،¨ (QS.Luqman:25) 

Sungguh aneh prilaku manusia-manusia sekarang ini! Mereka mengaku berafiliasi kepada Islam padahal orang-orang kafir Quraisy dulu justeru lebih paham dari mereka mengenai makna La ilaha illallah.!? 

Dien Allah subhanahu wata،¦ala yang haq ini berlepas diri dari pemahaman yang keliru seperti ini, sebab ia adalah dien yang agung, mengandung penetapan terhadap ke-uluhiyah-an Allah semata. Hal ini karena tidak ada yang patut disembah selain-Nya, tidak ada tempat bertawakkal kecuali kepada-Nya, tidak ada yang pantas diberikan loyalitas selain-Nya, tidak boleh memusuhi kecuali karena-Nya, tidaklah dijalankan suatu amalan kecuali karena-Nya, tidak ada yang dapat dijadikan hukum kecuali dengan hukum-Nya, tidak boleh ada yang disembelih dan dinadzarkan kecuali untuk-Nya, tidak ada tempat sujud dan berendah diri selain terhadap-Nya. Disertai dengan sikap menetapkan apa yang ditetapkan Allah subhanahu wata،¦ala untuk diri-Nya berupa asma-asma dan sifat-sifat-Nya, menafikan apa yang dinafikan-Nya dari diri-Nya sesuai dengan hal yang layak bagi-Nya. Kemudian beriman kepada para malaikat, kitab-kitab, para Rasul, Hari Akhir dan takdir dari Allah subhanahu wata،¦ala, baik mau pun buruk. 

Oleh karena itu, kalimat tauhid ini memiliki keutamaan yang agung, yang tidak akan dapat diketahui kecuali oleh orang-orang yang memahaminya dengan sebaik-baiknya, di antaranya, ia adalah simbol iman dan sebab terjaganya jiwa dan harta; ia adalah amalan paling utama, paling berlipat pahalanya, senilai pahala membebaskan budak dan ia adalah penjaga dari setan; ia adalah pemberi rasa aman dari keangkeran kubur dan kengerian Mahsyar; dan kepada orang yang mengatakannya pulalah kelak, Allahsubhanahu wata،¦ala akan melihatnya dan mengabulkan doanya. Semoga kita memahami benar perbendaharaan yang kita miliki dan kebaikan yang sangat besar, yang dianugerahkan Allah kepada kita ini. [Ibnu Yahya] 

SUMBER: Masa'il Hammah Fi Tauhid al-'Ibadah, Muhammad bin Sa'id bin Salim al-Qahthani

 

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template