Minggu, 01 Februari 2009

KARAKTERISTIK AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH


 

وَ إِنَّ بَنِي إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةً وَ سَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَ سَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً قَالُوا : مَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : مَنْ كَانَ على مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِي `

“Sesungguhnya Bani Israil berpecah-belah menjadi 72 kelompok keagamaan, dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 kelompok keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka, kecuali satu kelompok. Mereka (para shahabat) bertanya : Siapakah satu kelompok itu ya Rasulullah ?  Beliau menjawab :“Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak sahabat sahabatku”. (HR. At Tirmidzi. No: 2643, Al Hakim dalam Al Mustadrak: 1/218 dan Al Lali-kai:1/99).

Yang dimaksud dalam hadits di atas tidak lain adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yaitu mereka yang berjalan mengikuti jejak Nabi saw dan shahabat-shahabatnya, mereka yang mengikuti ajaran-ajaran Nabi saw dan shahabat-shahabatnya dalam memahami dan mengamalkan Islam, dengan kata lain mengikuti sunnah.

 

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah memiliki beberapa karakteristik/keistemawaan yang tidak dimiliki oleh aqidah lainnya. Hal ini tidaklah aneh karena aqidah tersebut bersumber kepada wahyu yang tidak didatangi kebathilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, sebagaimana firman Allah Swt:

‚P(Al-Qur'an) yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (QS. 41: 42)

 

Di antara keistemewaan- keistemewaannya adalah sebagai berikut :

 

1.       Kemurnian sumbernya. Hal ini karena aqidah Ahlus sunnah bersumber kepada Al-Quran dan As-Sunnah serta ijma’ Salafus shalih. Ketiga hal tersebut adalah sumber yang murni, jernih dan tidak tercampur oleh debu-debu hawa nafsu dan syubhat. Tidak diragukan lagi bahwa kedua sumber yang pertama yaitu al Qur'an dan as Sunnah adalah wahyu yang ma’shum (terpelihara dari setiap kesalahan). Adapun dalil bahwa sunnah/hadits-hadits Rasulullah saw adalah wahyu adalah firman Allah Swt:

"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).[QS. An Najm [53]: 3-4]

Rasulullah saw juga bersabda:

اَلاَ اِنِّى اُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ.

“Ketahuilah sesungguhnya aku diberikan Al-Qur`an dan yang sejenisnya (Sunnah) bersama-sama dengannya”. (HR. Abu Daud No: 4604, Imam Ahmad: 4/130, Ibnu Hibban No: 11 dan At Tirmidzi No: 2666, dishahihkan oleh Syeikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah No: 12).

Hasan bin `Athiyyah rahimahullah, seorang tabi’in yang mulia berkata :

كَانَ جِبْرِيْلُ يَنْزِلُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ بِالسُّنَّةِ كَمَا يَنْزِلُ عَلَيْهِ بِالْقُرْآنِ وَ يُعَلِّمُهُ إِيَّاهَا كَمَا يُعَلِّمُهُ اْلقُرْآنَ

"Jibril turun kepada Rasulullah r membawa sunnah se-bagaimana dia turun membawa Al Qur`an. Diapun meng-ajarkan sunnah sebagaimana dia mengajarkan Al Qur`an". (Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Al Marasil No : 536. Syaikh Syu`aib Al Arnauth berkata : Rijalnya tsiqoot, rijal Syaikhain). 

Oleh karena itu Imam Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah berkata :

فَصَحَّ أَنَّ كَلاَمَ رَسُوْلِ اللهِ كُلَّهُ فِي الدِّيْنِ وَحْيٌ مِنْ عِنْدِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ شَكَّ فِي ذَلِكَ وَ لاَ خِلاَفَ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ اللُّغَةِ وَ الشَّرِيْعَةِ فِي أَنَّ كُلَّ وَحْيٍ نَزَلَ مِنْ عِنْدِ اللهِ فَهُوَ ذِكْرٌ مُنَزَّلٌ

"Telah shah bahwa semua kalam Rasulullah r adalah dien (agama), yang tidak ada keraguan bahwa itu wahyu dari Allah I . Tidak ada perbedaan pendapat dari satu orang pun di kalangan ahli bahasa dan syari`ah bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah I adalah dzikir yang diturunkan".[1]

 

Sedangkan dalil bahwa ijma’ para shahabat juga ma’shum adalah hadits Rasulullah saw:

لاَ يَجْمَعُ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةَ عَلَى الضَّلاَلَةِ أَبَدًا.

“Allah tidak akan pernah menghimpun umat ini di atas kesesatan”. (HR. Al Hakim ,Al Mustadrak: 1/115–117)

Keistemewaan ini, yaitu kejernihan sumbernya, tidak dimiliki oleh aqidah-aqidah yang lainnya. Kaum yahudi dan nashara telah menjadikan para pendeta dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan disamping Allah. (baca QS. At Taubah [9]: 31). Adapun kaum Shufi, mereka menjadikan mimpi-mimpi, ilham dan dzauq (perasan) mereka sebagai sumber dalam aqidah. Sedangkan Rafidhah/syi’ah menjadikan perkataan imam-imam mereka dan hadits-hadits yang palsu sebagai sumber aqidah mereka. Sedangkan Mu’tazilah dan para ahli filsafat menjadikan sumber aqidah mereka adalah akal/rasio. Nash-nash yang sesuai dengan akal mereka akan mereka terima, tetapi nash-nash yang tidak sejalan dengan akal mereka akan mereka tolak. Mirip dengan kaum Mu’tazilah tersebut para penganut faham Islam liberal dan pluralisme, bahkan mereka ini lebih sesat dari Mu’tazilah.

Adapun aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah –alhamdulillah- selamat  dari berbagai penyimpangan dan kekeruhan tersebut.

2.       Berdiri di atas taslim (penyerahan) kepada Allah Swt dan Rasul-Nya saw.

Hal ini dikarenakan aqidah adalah mengimani sesuatu yang ghaib, sedangkan perkara-perkara yang ghaib hanya di sisi Allah lah ilmunya. Oleh karena itu Imam Abu Ja’far At-Thahawi rahimahullah berkata dalam Aqidah Thahawiyah nya:

وَلاَ تَثْبُتُ قَدَمُ اْلإِسْلاَمِ إِلاَّ عَلَى ظَهْرِ التَّسْلِيْمِ وَاْلاِسْتِسْلاَمِ

“Tidak akan teguh kaki dalam menapaki Islam kecuali dengan taslim dan pasrah.”[2]

Beriman kepada yang ghaib adalah sifat yang paling utama bagi orang-orang mukmin sebagaimana firman Allah Swt:

Alif laam miim.Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”  (QS. 2: 1-3)

Adapun aqidah-aqidah yang lainnya maka tidak sepenuhnya taslim kepada Allah Swt dan Rasul-Nya saw. Merka bersandar kepada pendapat-pendapat manusia (ro’yu), akal dan hawa nafsu. Sedangkan pangkal kerusakan umat-umat dan agama adalah karena mendahulukan akal daripada dalil naqli, ro’yu daripada wahyu, dan hawa nafsu daripada petunjuk Ilahi.

 

3.       Kesesuaiannya dengan fitrah yang lurus dan akal yang sehat.

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah sangat sesuai dengan fitrah yang selamat dan akal yang sehat. Allah Swt berfirman:

 

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (QS. 30:30)

 

Sedangkan akal yang sehat adalah akal yang bersih dari pengaruh syahwat/hawa nafsu dan syubhat. Akal yang jernih tersebut tidak akan pernah bertentangan dengan nash yang shahih.

 

4.       Sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw, para sahabatnya, tabi’in dan imam-imam dien baik secara perkataan, perbuatan maupun i’tiqad (keyakinan).

Keistimewaan ini diakui oleh para seteru ahlus sunnah seperti syi’ah dan yang lainnya. Tidak ada satu pokok dari pokok-pokok yang tidak ada sandaran atau asalnya dari  al-qur’an dan as sunnah atau dari salafus shaleh. Berbeda dengan aqidah-aqidah bهd’ah lainnya yang tidak memiliki sanad (sandaran) dari  al-qur’an atau sunnah atau salafus shaleh.

 

5.       Jelas dan mudah. Aqidah ahlus sunnah adalah aqidah yang mudah dan jelas seperti matahari di siang hari. Tidak ada padanya kekaburan, kerancuan, kesulitan atau berbelit-belit. Lafadz-lafadznya jelas dan makna-maknanya pun terang, dapat dipahami oleh seorang  yang alim atau awam, kecil ataupun besar. Rasulullah saw telah datang dengannya dalam keadaan putih dan jernih, malamnya bagaikan siangnya, tidak ada yang menyimpang darinya kecuali akan celaka.Diantara contoh yang membuktikan hal ini adalah hadist Jibril yang terkenal (HR.Muslim, kitab Al Iman, no.8). Hadits tersebut telah mencakup pokok-pokok islam dengan sangat mudah dan gamblang serta jelas dan terang.

Contoh-contoh seperti itu dari dalil-dalil sangat banyak,  semuanya dalil-dalil yang  tegas dan jelas,dengan cepat dapat dipahami dan ditangkap oleh pikiran. Semua orang  sama-sama dapat memahaminya. Dalil-dalil al-qur’an dan sunnah bagaikan makanan yang setiap orang bisa menikmatinya atau seperti air yang bisa diminum oleh anak kecil, bayi yang masih menyusu, orang dewasa yang kuat ataupun lemah. Dalil-dalil tersebut mudah dan jelas, memuaskan dan menentramkan jiwa serta menanamkan ke dalam hati keyakinan-keyakinan yang shahih dan lurus. Coba perhatikan dalil-dalil berikut ini:

a. Siapa yang mampu menciptakan sesuatu untuk pertama kalinya maka pasti mampu juga untuk mengulanginya. Dalam hal ini Allah swt berfirman, “Dan Dia lah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan) nya kembali, dan menghidupkannya kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.”  (QS. 30:27).

 

b. Dalam sebuah rumah tidak mungkin akan teratur rapi jika diatur oleh dua orang yang mengatur, apalagi dengan alam semesta ini. Allah swt berfirman, “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu sudah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (QS. 21:22).

 

c. Barangsiapa yang menciptakan pasti ia akan tahu tentang ciptaannya. Allah swt berfirman, “Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan),  dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui (QS. 67:14).

 

Argumen-argumen tersebut sangat jelas dan mudah difahami oleh siapa saja. Bandingkan dengan aqidah trinitas yang sangat tidak masuk akal. Atau aqidah wihdatul wujud yang berpendapat bahwa semua yang ada di alam ini adalah penjelmaan dari Allah Swt. Keyakinan seperti ini sangat tidak sesuai dengan fitrah yang selamat, Maha suci Allah Swt dari apa yang mereka sifatkan itu.

 

6.       Terbebas dari kontradiksi dan kerancuan.

Aqidah Ahlus sunnah sama sekali tidak mengandung hal-hal yang saling berlawanan (kontradiksi) karena ia adalah wahyu yang tidak mengandung kebathilan dari sisi manapun. “Yang tidak datang kepadanya kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (QS. 41: 42). Aqidah Ahlus sunnah adalah suatu kebenaran yang bersifat mutlak, dan kebenaran itu tidak mungkin saling bertolak-belakang atau kacau, justru sebagiannya menguatkan sebagian yang lain, saling bersaksi akan kebenaran masing-masing. Allah Swt berfirman: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur'an? Kalau kiranya al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”  (QS. 4:82).

Adapun aqidah-aqidah yang selainnya tidak bersih dari hal-hal yang bertentangan di dalamnya. Sebagai contoh,  kaum nashrani meyakini  ‘Isa as adalah anak Allah, tetapi mereka berkata bahwa ia dibunuh oleh kaum yahudi. Ini suatu hal yang sangat bertolak belakang, kalau memang benar ‘Isa as adalah anak Allah mengapa Dia membiarkan anak-Nya terbunuh? Dan yang membunuhnya adalah kaum yahudi, kaum yang dimurkai dan dilaknat oleh Allah?

Kaum Rafidhah meyakini bahwa Imam-imam mereka mengetahui apa yang telah dan sedang terjadi, tidak ada sesuatu yang tersembunyi bagi mereka, dan mereka mengetahui kapan mereka akan mati, dan mereka tidak akan mati kecuali dengan izin mereka. Kalau keyakinan mereka itu benar mengapa ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu tidak tahu bahwa ia akan dibunuh ketika sedang shalat? Demikian juga puteranya, Hasan bin ‘Ali radhiallahu 'anhuma  yang meninggal karena diracun, mengapa ia tidak tahu bahwa makanan yang ia makan itu mengandung racun? Disamping itu kaum syi’ah berkata bahwa para imam mereka tidak terus terang menampakkan kebenaran dan melakukan taqiyyah (berpura-pura) terhadap musuh-musuhnya. Ini suatu hal yang bertolak belakang karena kalau memang benar para imam mereka itu mengetahui kapan mereka akan mati, dan mereka tidak akan mati kecuali dengan persetujuan mereka, maka kenapa mereka takut terhadap musuh-musuhnya?

 

7.       Boleh jadi mengandung sesuatu yang membuat herannya akal, tetapi tidak pernah mengandung sesuatu yang dimustahilkan oleh akal.

Dalam aqidah Ahlus sunnah ada hal-hal yang membuat akal tercengang dan heran seperti semua perkara-perkara yang ghaib berupa a. adzab kubur dan kenikmatannya,

b. shirath (sebuah titian di atas neraka Jahannam yang lebih lembut dari seutas rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang). Akal heran, bagaimana manusia bisa berjalan di atasnya, bahkan sebagian penghuni surga akan melintasinya secepat kilat.

c. haudh (telaga Rasulullah saw di padang Mahsyar kelak). Di antara sifat-sifat telagaq tersebut adalah airnya lebih putih dari susu, baunya lebih harum dari kasturi, siapa saja yang meminumnya barang seteguk maka ia tidak akan haus lagi selama-lamanya.

d. surga dan neraka. Akal heran dengan luasnya surga yang seluas langit dan bumi, penghuninya awet muda selamanya dan tidak akan pernah beranjak tua, tidak pernah buang air kecil atau pun besar, tidak pernah tidur ataupun mengantuk, dst.

e. kaifiat sifat-sifat Allah Swt, dan lain-lain.

Perkara-perkara tersebut memang membuat akal tercengang dan heran tetapi bukan suatu hal yang mustahil menurut akal karena definisi mustahil itu ialah berhimpunnya dua hal yang saling berlawanan dalam satu waktu seperti diam dan bergerak, ada dan tidak ada, dan seterusnya. Akal sehat tidak menolak perkara-perkara di atas karena ia bukan suatu hal yang mustahil dan khabar-khabar tentang itu bersumber dari wahyu yang tidak mengandung kebathilan dari sisi manapun. Dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rhm telah menulis satu kitab yang bermanfaat yaitu Dar’u  ta’arudh al-‘Aql wa an-Naql (Menolak adanya pertentangan antara akal dengan naql/nash). Adapun aqidah-aqidah yang lainnya mengandung perkara-perkara yang dihukumi mustahil oleh akal sehat. Sebagai contoh:

a.       aqidah kaum yahudi mengatakan bahwa mereka adalah bangsa yang dipilih oleh Allah Swt, sedangkan bangsa-bangsa selain yahudi adalah keledai-keledai yang menjadi tunggangan kaum yahudi. Hal ini sangat tidak bisa diterima oleh akal sehat karena bagaimana mungkin Allah Yang Maha bijaksana bersifat rasialis dan berfihak kepada suatu bangsa serta meremehkan bangsa-bangsa yang lain? Allah Swt membantah klaim orang-orang yahudi tersebut dengan firman-Nya:  Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan:"Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah:"Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu" (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya.” (QS. 5:18).

b.        Begitu pula halnya kaum nashrani, mereka berkata, “Dengan nama Tuhan Bapak, Tuhan anak dan Roh kudus, Tuhan yang satu.” Bagaimana tiga bisa menjadi satu? Ini suatu hal mustahil.

c.         Demikian juga aqidah Rafidhah, mereka meyakini bahwa al Qur'an yang ada di tangan kaum muslimin sekarang ini telah dirubah dan dikurangi, sedangkan al Qur'an yang sempurna akan hadir nanti bersama Imam al Ghaib al Muntazhar yang akan keluar  di akhir zaman dari sebuah gua di Samarra’.  Mereka percaya bahwa Imam yang Ghaib tersebut telah lahir beberapa abad yang silam dan sampai saat ini masih bersembunyi di sebuah gua! Ini suatu khurafat yang aneh. Kemudian Imam tersebut akan membawa al Qur'an yang sejati, nanti di akhir zaman.! Kemudian apa faidahnya al Qur'an yang tidak akan keluar di tengah-tengah manusia kecuali pada akhir zaman tersebut? Apakah hal ini sesuai dengan hikmah dan keadilan Allah Swt bahwa Dia membiarkan manusia hidup tanpa petunjuk dan wahyu, hingga ketika nanti pada akhir zaman barulah diturunkan al Qur'an yang akan membimbing manusia?

d.       Aqidah Nushairiyah [3] sangat mengagungkan ‘Ali bin Abi Thalib rda bahkan sampai menyembahnya. Mereka meyakini bahwa awan adalah tempat tinggal ‘Ali rad, oleh karena itu jika mereka melewati awan mereka berkata, “Semoga keselamatan bagimu wahai Abul Hasan –julukan ‘Ali-.” Mereka percaya bahwa guruh itu adalah suara beliau, dan petir adalah cambuknya. Di antara mereka ada yang mempercayai bahwa ‘Ali rda tinggal di bulan dan bahwa bagian yang gelap dari bulan tersebut adalah tempat tinggalnya, oleh karena itu mereka mengkultuskan bulan dan menyembah ‘Ali yang bersemayam di situ. Subhanallah! Lalu bagian yang gelap dari bulan tersebut sebelum dilahirkannya ‘Ali apa?

e.        Aqidah Bahaiyyah [4] meyakini bahwa kiblat shalat kaum bahaiy adalah pemimpin mereka al Baha’ al Mazandarani. Kiblat mereka berpndah-pindah mengikuti perpindahan dan gerakannya. Ketika ia di Teheran maka penjara Teheran menjadi kiblat mereka, ketika ia di Baghdad maka kiblat mereka ada di Bahdad, dan seterusnya. Apakah akal sehat bisa menerima kebohongan semacam ini? Kemudian bagaimana para pengikut Bahaiyyah bisa mengetahui kiblat mereka pada saat bepergiannya imam mereka, Al Baha’, ketika  televisi dan alat komunikasi tanpa kabel masih belum ada? Segala puji bagi Allah Yang telah membersihkan aqidah Ahlus sunnah dari kemustahilan-kemustahilan tersebut.

 

8.       Universal dan syamil (menyeluruh) serta tetap layak untuk seluruh zaman, tempat, umat dan keadaan.

Aqidah Ahlus sunnah bersifat umum dan syamil, selalu cocok untuk setiap zaman dan tempat, setiap umat dan keadan, untuk orang-orang yang terdahulu dan yang belakangan, orang-orang Arab dan ‘Ajam, bahkan semua urusan tidak akan beres dan baik kecuali dengannya.

 

9.       Senantiasa tsabat (tetap) dan kekal.

Ia adalah aqidah yang tetap, teguh dan kekal. Ia tetap teguh di hadapan berbagai macam pukulan yang bertubi-tubi yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam, baik dari kalangan yahudi, nashara, majusi dan lain-lain. Dan ia akan tetap sampai hari kiamat, senantiasa terjaga perlindungan Allah SWt, diwarisi oleh generasi demi generasi, angkatan demi angkatan, tidak pernah terkotori oleh penyimpangan, perubahan, penambahan ataupun pengurangan. Hal ini karena Allah Swt sendiri lah yang menjamin kemurniannya, Dia tidak menyerahkan penjagaan kemurnian aqidah ini kepada seorangpun di antara makhluk-Nya. Allah Swt berfirman:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar akan memeliharanya.” (QS. 15:9).

 

Dia Swt juga berfirman:

Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukai.” (QS. 9:32).

 

Sebagai contoh yang membuktikan keteguhan dan kekekalan aqidah Ahlus sunnah adalah bahwa perkataan para Imam Ahlus sunnah tentang sifat-sifat Allah, qadar, syafa’at dan lain-lain tetap ada dan terjaga sebagaimana dinukil dari salaf. Hal ini jauh berbeda dengan aqidah-aqidah yang lainnya dimana prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran mereka telah banyak mengalami perubahan. Kaum yahudi dan nashara telah merubah dan menyimpangkan ajaran Nabi-nabi mereka. Begitu juga dengan firqah-firqah sesat yang menisbatkan diri kepada Islam. Contohnya kaum Rafidhah, mereka telah menyimpang jauh dari ajaran Imam-imam mereka  seperti ‘Ali, Hasan, Husain rdm. Mereka menisbatkan kepada Imam-imam mereka perkataan-perkataan sesat yang tidak pernah diucapkan oleh para Imam tersebut. Hanya aqidah Ahlus sunnah sajalah yang selamat dari perubahan dan penyimpangan. Dan itu adalah karena karunia Allah Swt.

[1] Al Ihkam Fi Ushuul Al Ahkam : 1/ hlm. 135

[2]  Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, I/hlm.

[3]. Nushairiyah adalah firqah kebathinan sesat yang didirikan oleh Abu Syu’aib Muhammad bin Nushair al-Bashri (meninggal tahun 270 H). Para penganutnya sangat ghuluw terhadap ‘Ali bin Abi Thalib rda bahkan sampai menuhankannya. Sepanjang sejarahnya, mereka ini selalu bersama musuh-musuh Islam dalam memerangi negeri-negeri kaum muslimin. Ibnu Taymiyah rhm berkata bahwa mereka ini lebih sesat daripada yahudi dan nashrani, bahkan lebih kafir daripada kebanyakan kaum musyrikin. Mereka lebih berbahaya daripada orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin seperti Tartar, tentara salib, dan lain-lain.

 

[4]. Bahaiyyah adalah sebuah aliran sesat yang bersumber dari aqidah syi’ah. Pendirinya adalah Mirza ‘Ali Muhammad Ridha asy-Syirazi (1819 – 1850 M). Ia mengklaim sebagai rasul. Mereka percaya bahwa kitab suci mereka, al-Bayan menasakh al Qur'an al Karim. Berdirinya firqah ini tidak lepas dari dukungan yahudi internasional dan pemerintah Inggris.

 

0 komentar:

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template